Senin, 10 Februari 2014

Ultras In Indonesia



SEJARAH ULTRAS DI INDONESIA

Ultras diambil dari bahasa latin yang mengandung artian ‘di luar kebiasaan’. Kalangan ultras tidak pernah berhenti menyanyi mendengungkan yel-yel lagu kebangsaan tim mereka selama pertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang pertandingan berlangsung (karena negara-negara yang terkenal dengan ultras nya seperti Argentina dan Italia, menyediakan tribun berdiri di dalam salah satu sudut stadion mereka). Selain itu pun para ultras paling senang menyalakan kembang api atau petasan di dalam stadion karena hal itu didorong untuk mencari perhatian, bahwa mereka hadir di dalam kerumunan manusia di dalam stadion.

“As an ultra I identify myself with a particular way of life. We are different from ordinary supporters because of our enthusiasm and excitement. This means, obviously, rejoicing and suffering much more acutely than everybody else “.

Nukilan kalimat dari seorang anggota Brigate Rossonere, salah satu ultras AC Milan, membantu kita untuk mengenali fenomena ultras. Ultras bukanlah sekadar kumpulan suporter (tifosi) biasa melainkan kelompok suporter fanatik nan militan yang mengidentifikasikan secara sungguh-sungguh dengan segenap hasrat dan melibatkan dengan amat dalam sisi emosionalnya pada klub yang mereka dukung.

Ultras mempelopori suporter yang amat terorganisir (highly organized) dengan gaya dukung ‘teatrikal’ yang kemudian menjalar ke negara-negara lain. Model tersebut sekarang telah begitu mendominasi di Prancis, dan bisa dibilang telah memberi pengaruh pada suporter Denmark ‘Roligans’, beberapa kelompok suporter tim nasional Belanda dan bahkan suporter Skotlandia ‘Tartan Army’

Model tersebut masyhur karena menampilkan pertunjukan-pertunjukan spektakuler meliputi kostum yang terkoordinir, kibaran aneka bendera, spanduk & panji raksasa, pertunjukan bom asap warna-warni, nyala kembang api (flares) dan bahkan sinar laser serta koor lagu dan nyanyian hasil koreografi, dipimpin oleh seorang CapoTifoso yang menggunakan megaphones untuk memandu selama jalannya pertandingan.

Dalam tradisi calcio, ultras adalah “baron” dalam stadion. Mereka menempati dan menguasai salah satu sisi tribun stadion, biasanya di belakang gawang, yang kemudian lazim dikenal dengan sebutan curva. Ultras tersebut menempati salah satu curva itu, baik nord (utara) atau sud (selatan), secara konsisten hingga bertahun-tahun kemudian. Utras dari klub-klub yang berbeda ditempatkan pada curva yang saling berseberangan. Selain itu, berlaku aturan main yang unik yaitu polisi tidak diperkenankan berada di kedua sisi curva itu.

Kelompok Ultras yang pertama lahir adalah (Alm.) Fossa dei Leoni, salah satu kelompok suporter klub AC Milan, pada tahun 1968. Setahun kemudian pendukung klub sekota sekaligus rival, Internazionale Milan, membuat tandingan yaitu Inter Club Fossati yang kemudian berubah nama menjadi Boys S.A.N (Squadre d’Azione Nerazzurra). Fenomena ultras sempat surut dan muncul lagi untuk menginspirasi dunia dengan aksi-aksi megahnya pada pertengahan tahun 1980-an.

Fenomena ultras sendiri diilhami dari demontrasi-demontrasi yang dilakukan anak-anak muda pada saat ketidakpastian politik melanda Italia di akhir 1960-an. Alhasil, sejatinya ultras adalah simpati politik dan representasi ideologis. Setiap ultra memiliki basis ideologi dan aliran politik yang beragam, meski mereka mendukung klub yang sama. Ultras memiliki andil “melestarikan” paham-paham tua seperti facism, dankomunism socialism
.

Mayoritas ketegangan antar suporter disebabkan oleh perbedaan pilihan ideologis daripada perbedaan klub kesayangan. Untungnya, dalam tradisi Ultras di Italia terdapat kode etik yang namanya Ultras codex. Salah satu fungsi kode etik itu “mengatur” pertempuran antar ultras tersebut bisa berlangsung lebih fair dan “berbudaya”. Salah satu etika itu adalah dalam hal bukti kemenangan, maka bendera dariultras yang kalah akan diambil oleh ultras pemenang. Kode etik lainnya ialah, seburuk apapun paratifosi itu mengalami kekejaman dari tifosi lainnya, maka tidak diperkenankan untuk lapor polisi.


Dewasa ini, ultras kerap dipandang sebagai lanjutan atau warisan dari periode ketidakpastian dan kekerasan politik 1960-an hingga 1970-an. Berbagai kesamaan pada tindak tanduk mereka disebut sebagai bukti dari sangkut paut ini. Kesamaan-kesamaan itu tampak pada nyanyian lagu - yang umumnya digubah dari lagu–lagu komunis tradisional - lambaian bendera dan panji, kesetiaan sepenuh hati pada kelompok dan perubahan sekutu dengan ultras lainnya, dan, tentunya, keikutsertaan dalam kekacauan dan kekerasan baik antara mereka sendiri dan melawan polisi!

Bentrok dengan polisi menjadi salah satu tabiat asli ultras. Bagi ultras, polisi adalah hal yang diharamkan alias A.C.A.B (All Cops Are Bastar*s). Sebulan sebelum Sandri terbunuh, muncul klaim dari pihak polisi yang menyatakan bahwa tak kurang dari 268 kelompok ultra dengan aspirasi politik, semuanya memiliki semangat kebencian pada polisi. Selain itu, masih menurut polisi, mayoritas kelompok tersebut berhubungan dengan gerakan ekstrim kanan yang fasis.

Tak hanya polisi, manajemen klub, staff pelatih dan bahkan pemain juga pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari ultras. Beberapa kelompok Ultras dalam menjamin dukungannya (terutama dalam pertandingan tandang), memaksa klub untuk memberi jatah tiket gratis, keuntungan perjalanan, dan bahkan hak atas merchandise. Ketegangan dengan pihak klub kerap berujung boikot dukungan pertandingan di kandang.

Namun sebenarnya ultras tidak seseram yang dibayangkan. Bahkan dibandingkan dengan Hools (FIRM) di inggris. Karena sebenarnya ultras menjauhi yang namanya keributan. (walaupun ada yg suka nyari masalah).Dan tidak semua kelompok ultras berafiliasi politik. memang ada yang kanan, kiri, merah, dsb…Tapi yang tidak bermain politik juga ada.

Pelatih atau manajer yang mundur (bukan karena dipecat manajemen klub) biasanya adalah produk dari tekanan ultras. Dari pihak pemain, Christian “Bobo” Vieri pernah mengalami teror fisik dari ultrasInter, termasuk dirusaknya salah satu properti bisnisnya, karena dianggap berkurang kadar loyalitasnya pada tim.

Dengan kemegahan dan kesuramannya ultras adalah fenomena khas Italia, representasi masyarakat Italia, dan identitas calcio. Seperti halnya kualitas Lega Serie A yang menjadi kiblat dunia sepak bola, seperti sistem catenaccio yang mengilhami banyak pelatih di dunia, maka aksi ultras di stadion pun menjadi rujukan dan referensi bagi suporter-suporter negara lain, termasuk kelompok suporter di Indonesia.

Suporter Indonesia Rasa Ultras
Suporter di Indonesia sedang berada dalam periode bertumbuh. Dalam lima tahun terakhir ini, muncul kelompok-kelompok suporter terorganisir. Suatu fenomena yang berdampak amat positif bagi perkembangan sepak bola nasional. Kehadiran kelompok suporter ini sedikit banyak merubah gaya dukung dan pola perilaku penonton di lapangan. Secara keseluruhan, berdampak pada industri sepak bola nasional yang lebih semarak dan berwarna.

Tak bisa dipungkiri aksi-aksi kreatif kelompok suporter di Indonesia ini mengadopsi gaya suporter luar negeri. Meski di kemudian hari, terjadi proses kreatif dengan lebih banyak menampilkan produk budaya lokal. Suporter luar negeri yang menginspirasi itu bisa dari Barras Bravas (Argentina/Amerika Latin),Roligan (Denmark), Tartan Army (Skotlandia) dan tentunya Italian Ultras!

Kentalnya budaya ultras bisa dilihat dengan teramat jelas dari atraksi kelompok suporter kita di lapangan. Mulai dari menempati sisi tribun tertentu meski tidak selalu di belakang gawang. Namun yang konsisten di sekitar belakang gawang diantaranya yaitu ,Utras Persija,Orange Street Boys(Persija),Slemania (PSS Sleman), dan Brajamusti (PSIM Jogjakarta), sedangkan beberapa kelompok suporter lainnya lebih suka di tribun tengah menghadap kamera! Menggunakan istilah asing (Ultras) terkadang tidak juga salah asal mengerti dan paham mengenai istilah tersebut. Ultras yang dipakai lebih ke mentalitasnya.. nilai2nya… Saat supporter berdiri 90 menit dan meneriakkan lagu2 pembangkit semangat (bukan lagu2 cacian kepada suatu kelompok), tak peduli hasil yang dicapai,itu juga merupakan bagian dari nilai2 ultras… saat anda melakukan koreografi2 memukau, itu bagian dari nilai2 ultras..ataupun saat kami bertempur dengan supporter , itu juga bagian dari nilai2 ultras..yang jelas Ultras tidak akan menyerang jika tidak diserang terlebih dahulu,tidak akan menolong jika tidak diperlukan

Tapi nilai2 itu, pastilah tercampur dengan budaya kita sendiri… terkadang beberapa komunitas di dalam suporter Persija juga menggunakan istilah ultras, walaupun saat mengaku ultras, mereka dengan bangganya berfoto2 menunjukkan identitas mereka, ya mungkin itu pemahaman akan arti ultras oleh mereka…(narsisme)… Di Luar Negri (Italy,Inggris,German,dll) seorang ULTRAS mungkin tidak punya KTA/ID Card atau bahkan kelompok tersebut sampai memiliki AD/ART karena mereka sangat paham arti kata Ultras, alasan mereka datang ke stadion benar-benar dari Hati dan Jiwanya..bukan juga karena UANG…sedangkan di INDONESIA UANG adalah alat detok sempurna untuk sebuah loyalitas..Orang bisa pindah agama,keyakinan,Klub,bahkan Partai.. Bagi saya AGAMA bisa dipeluk oleh ribuan bahkan jutaan umat,TETAPI SEORANG manusia hanya bisa PELUK SATU AGAMA, apabila ada yg percaya selain TUHANnya maka disebut Musyrik Bahkan KAFIR…Team Sepakbola yang saya dukung Bisa didukung oleh puluhan ribu supporter,TETAPI SEORANG SUPPORTER HANYA BISA MEMILIH SATU TEAM SEPAKBOLA SAJA…Tetapi jika mendukung lebih dari satu team,maka bisa disebut orang yang tidak memiliki komitmen atau bahkan bisa dicap Pengkhianat…maka d iIndonesia muncul slogan seperti SATU JAKARTA SATU (PERSIJA) ,SALAM SATU JIWA(AREMA) dll. Pendukung suatu klub tak harus wadah tunggal (seperti Orde Baru). Apalagi saat ini, mereka (kelompok suporter) melengkapi dengan AD/ART bahkan disahkan dengan akte notaris segala. Ujung-ujungnya adalah konflik kepentingan dan potensi dimanfaatkan elit politik. Contoh di SRIWIJAYA FC supporter Singamania dan Beladas, di Persiba ada PFC dan Balistik, di PERSIJAP ada Banaspati dan JETMEN,dll

Nah kalo ultras di Indonesia itu yang hebat, terlalu rapi. Kalo diluar negeri mereka hanya merupakan komunitas ataupun kelompok. Kalo disini, kebanyakan merupakan organisasi yang memiliki AD/ART. Parahnya masyarakat awam tidak bisa membedakan yang mana julukan suporter dengan nama kelompok suporter. Seperti contoh The Jakmania. Yang merupakan organisasi suporter pendukung Persija, tapi sering diartikan sebagai julukan untuk menyebut seluruh suporter Persija. Padahal gak semua suporter Persija adalah anggota The Jakmania. Dan memang tidak semua klub punya julukan bagi suporter mereka.

Dirijen seperti Yuli Sumpil, yang sohor itu adalah manifestasi seorang CapoTifoso. Yuli memiliki wibawa seorang CapoTifoso, apabila ia memerintahkan untuk melakukan suatu gerakan maka akan dipatuhi oleh suporter termasuk (seandainya) memerintahkan mengintimidasi pemain lawan dengan lemparan benda-benda, tetapi apabila ia melarang, maka tidak ada satu pun suporter yang berani melawannya. Walaupun ada yang berpendapat seorang Yuli Sumpil tidak pantas disebut demikian Karena dia “hanya” memimpin Aremania. Beda dengan capo tifoso di curva sud atau nord di Itali misalnya. Yang tidak hanya memimpin kelompoknya, tapi memimpin seluruh kelompok yang ada di curva itu, untuk membentuk koreo yang indah..

Belum lagi kostum yang terkoordinir, dan bentangan spanduk yang di pinggir-pinggir lapangan adalah rasa ultras pada suporter Indonesia. Sayangnya, prestasi tim nasional dan klub-klubnya tak semanis prestasi Squadra Azurri dan wakil-wakil Serie A di Eropa. Pahit getir sepak bola Indonesia terutama sekali saat menilik kelakuan oknum pengurus dibawah kepemimpinan Yang “Terhormat” Nurdin Halid!

Seorang Ultras sejati tidak memiliki nama -hanya teman dekat yang mengetahuinya-. Seorang Ultras sejati tidak dikenal oleh orang lain, kepalanya selalu tertutup oleh “hood”, hidung dan mulutnya selalu ditutup oleh syal. Seorang Ultras sejati tidak mengikuti mode dan hal teranyar lainnya. Saat seorang Ultra berjalan dikeramaian, kendati tanpa logo supporter, dia akan mudah dikenal orang lain.

Seorang Ultra sejati hanya menyerang jika diserang dan akan menolong jika diperlukan. Seorang Ultra sejati tidak akan berhenti kendati tiba di rumah dan membuka syalnya. Ultra Sejati akan selalu bertarung tujuh hari dalam seminggu.
Ultra tua akan memimpin dan memberikan contoh kepada yang muda. Ultra muda harus memberikan rasa hormat kepada yang tua. Ultra muda akan merasa bangga jika berdiri berdampingan dengan yang tua, mereka akan belajar dari kritikan si tua. Yang muda akan bersemangat jika mendapat jabatan tangan erat dari yang tua.
Saat orang normal melihat tingkah laku Ultra, mereka tidak akan mengerti, tetapi Ultra memang tidak ingin dimengerti atau menjelaskan arti keberadaan mereka. Setiap Ultra berbeda; ada yang mengenakan logo supporter atau tim ada juga yang tidak pernah menggunakan keduanya. Ada yang bepergian dalam sebuah kelompok ada yang pergi secara individu.
Kendati berbeda, satu hal yang membuat mereka bersatu adalah kecintaan terhadap klub, hasrat mereka untuk berdiri selama 90 menit tidak peduli hujan atau dingin. Mereka bersatu dan menghangatkan diri dengan teriakan keras dan serempak, bersatu kendati tertidur setengah mabuk di sebuah kereta atau bis yang membawa mereka pada pertandingan tandang, bersatu karena konvoi di pusat kota tim lawan, bersatu karena berbagi sedikit makanan setelah berjam-jam menahan rasa lapar, bersatu karena berbagi sebatang rokok, bersatu karena berpenampilan sama, bersatu karena idealisme, bersatu karena memiliki MENTALITAS yang sama.
Semua hal diatas menyatukan kami sekaligus menjauhkan kami dari bagian dunia yang lain; dari orang tua yang khawatir, dari sepupu yang bodoh, dari teman sekolah atau rekan kerja, dari guru atau bos yang tidak memiliki rasa toleransi. Ultras tidak pernah melakukan vandalisme atau kekerasan tanpa alasan. Ini hanya cara untuk bertahan dari hidup yang sudah terkena krisis masalah sosial, acara televisi yang bodoh, disko yang terus menerus menarik anak muda dan terpenting tindakan represif yang tidak dapat dibenarkan (polisi dan federasi).

Menjadi Ultra adalah seperti ini dan masih banyak lainnya seperti emosi dan hasrat yang tidak dapat dijelaskan kepada orang lain yang tidak mau mengerti atau kepada orang yang biasa memutar kepala dan melanjutkan hidup di balik kaca, orang yang tidak memilik cukup NYALI untuk menghancurkan kaca dan memasuki DUNIA KITA!
Ultras.. Sebuah kata yang akhir2 ini sangat sering disebut oleh media2 di tanah air seiring dengan banyaknya tindakkan hooliganisme yang dilakukan beberapa kelompok ultras di Italia. Sangat lucu sekali membaca beberapa comment di media yang menyebutkan bahwa ultras memiliki arti ‘garis keras’ yang selalu di indentikkan dengan hooliganisme. Tapi apa mau dikata, begitulah media, begitulah jurnalis, mereka hanya bisa menulis apa yang bisa mereka lihat tanpa harus benar2 mengerti dan benar2 memahami objek yang mereka jadikan berita.
Perlu sedikit diluruskan mengenai makna kata ‘ultras’ sendiri. Ultras bukan nama, Ultras adalah istilah.. sama dengan kata hooligan yang juga merupakan sebuah istilah. Kata ultras sendiri berasal dari suku kata Ultra yang dalam bentuk kata sifat berarti ekstrim dan dalam kata benda berarti ekstrimis penambahan huruf s sebagai penunjuk bentuk jamak (kelompok). Kata ekstrim sendiri berarti ‘yang ter-‘. ‘yang paling’. ‘melebihi yang lain’, atau ‘lebih dari biasa’. Bila dihubungkan dengan konteks supporter bisa dikatakan bahwa ultras berarti kelompok supporter yang memiliki fanatisme, rasa cinta, dan dukungan yang lebih dari supporter biasa. Sedangkan Hooligan sendiri adalah istilah yang berarti ‘perusuh’ atau ‘suka berbuat onar’.
Ciri2 kelompok supporter Ultras adalah Selalu bernyanyi mendukung kesebelasan kebanggaanya, mendukung tim mereka baik dikandang sendiri maupun dikandang lawan, dan tak pernah meninggalkan tim kebanggannya baik saat jaya maupun saat terpuruk. Dari ciri2 kelompok ultras
sendiri bisa dikatakan bahwa hampir semua kelompok supporter di Indonesia adalah Ultras. Slemania itu ultras, The Jak itu ultras, Aremania itu ultras. klompok supporter lainnya juga ultras. Walau mereka tidak ada embel2 kata ultras dalam organisasi mereka tapi istilah ultras tetap mereka sandang karena mereka semua memiliki karakter dan mentalitas ultras. Meski demikian, ada banyak juga kelompok supporter (termasuk kami sendiri) yang menggunakan kata ultras sebagai nama kelompok mereka.
Jadi bisa disimpulkan bahwa Ultras dan Hooligans adalah dua istilah yang berbeda dengan pengertian yang berbeda pula. Hampir semua hooligans adalah Ultras, tapi tidak semua Ultras adalah hooligans..!!
HOOLIGANS adalah fans sepakbola yang brutal ketika tim idolanya kalah bertanding. Hooligan merupakan stereotif supporter sepakbola dari Inggris, namun akhi-akhir ini menjadi fenomena dunia termasuk negara Indonesia sendiri. Sebagian besar dari hooligan adalah para backpacker yang berpengalaman dalam melakukan sebuah perjalanan. Tidak sedikit dari mereka yang sering keluar-masuk penjara karena sering terlibat dalam sebuah bentrokan. Mereka jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim pujaannya agar tidak terdeksi kehadiran mereka oleh pihak aparat. Meski demikian, keunggulan dari hooligan ini mereka paling anti menggunakan senjata dalam melakukan sebuah duel, karena menurut mereka itu hanyalah sebuah cara yang dilakukan oleh sekelompok banci.

Diantara Supporter Persija ada juga yang memang lahir dari komunitas hardmods, bootbois, skinhead, rudeboys, casuals, dll.. dan membentuk suatu kelompok yang disebut Persija FIRM (Tiger Boys) seperti di Inggris, namun disisi lain mereka membakar flare dan membuat syal komunitas, ya mungkin itu kreatifitas mereka, karena mengikuti suatu kultur, lagipula tidak berarti harus mengikuti semua pakem bakunya.
Flaming Soccer ball

ULTRAS GREEN NORD 27

Green Nord 27
Persebaya Surabaya
Indonesia Primer League
History
Green nord’27, hanyalah sebuah nama untuk tribun di stadion. Tepatnya di tribun Utara. Dilihat dari sisi penamaan sudah sangat jelas, ‘NORD’ = North yang dalam bahasa Indonesia adalah Utara. Sedangkan ‘GREEN” dan 27 di ambil dari warna kebanggaan Persebaya dan tahun kelahiran Persebaya. Analoginya seperti di Stadion Old Trafford yang rencanaya akan memberikan nama “Sir Alex Ferguson” sebagai nama tribun Utara di stadion tersebut. Perlu diketahui juga, bahwa Green Nord’27 bukanlah nama kelompok suporter baru dan juga bukan sebuah komunitas. Green Nord’27 adalah milik kita bersama Bukan milik komunitas tertentu. Tidak ada yg mendominasi, tidak ada yg memonopoli, Tidak ada yg merasa paling heroik, paling berjasa dan merasa paling memiliki. Semua Satu Hati, Satu Sikap dan Satu Tindakan.
Green Nord 27 merupakan kepemilikan kolektif, dimiliki secara bersama
Keyakinanlah yg membuat kita semakin solid dan kuat. Di dalam tribun Green Nord’27 sendiri terdapat berbagai macam komunitas Bonek dan Bonek yang tidak berkomunitas. Mereka berkumpul disana dengan persamaan visi dan misi. Yaitu dengan total, loyal dan royal dalam memberikan dukungan kepada Persebaya. Yang tentunya tidak hanya bersorak “Hore” saat Persebaya meraih kemenangan dan berprestasi. Tetapi juga turut merasakan sedih di kalah Persebaya sedang terpuruk. Kalah tetap ku dukung, Menang ku sanjung. Tapi tidak hanya itu saja, juga tidak segan untuk memberikan kritikan kepada Persebaya. Baik itu pelatih maupun manajemen yang dianggap telah salah dalam mengambil keputusan maupun hal-hal lainnya.

Dalam perjalanannya dan dinamika yang terjadi, Green Nord’27 banyak yang beranggapan bahwa itu nama suporter baru dan komunitas baru. Bahkan banyak isu-isu yang di hembuskan untuk ditujukan pada Green Nord’27. Mulai nama, balaclava, warna baju, logo, salam dan tentunya yang paling ‘WOW’ adalah pendanaan. Tentang nama jelas telah di singgung di atas. Kemudian tentang penggunaan balaclava. Yah, Balaclavas atau topeng, Garis besarnya untuk melindungi kita dari percikan api red flare dan kepulan asap smoke bomb. Yang lain just style (Multifungsi). Kalau toh dipakai terus saat di dalam stadion tentu saja akan kesulitan mengeluarkan suara dan akan tidak terdengar jelas saat melakukan “chant’. Jadi balaclava ketika di dalam stadion lebih kepada fungsi safetynya. Untuk di luar, itu bisa di pakai semacam slayer saat mengendarai sepeda motor agar tidak terkena asap polusi dan debu hehehe......

Kemudian mengenai warna baju, ada yang mengatakan “Bonek kok ireng, Bonek iku Ijo”. Kalau menurut pendapat pribadi penulis, yang Ijo itu Persebaya bukan Boneknya. Bonek hanya mengikuti apa yang di pakai Persebaya. Sedangkan kita semua tentu mengerti, banyak juga kaos atau t-shirt yang mengatasnamakan Bonek juga berwarna hitam dan bahkan ada yang berwarna silver dan lain sebagainya. Toh, kalau penulis boleh berpendapat lagi. Penggunaan warna itu di dasari oleh selera dan minat dari tiap-tiap individu maupun komunitas. Serta ketika kita berbicara mengenai pangsa pasar, masih ingat betul ketika ada sebuah pembicaraan dengan seseorang yang menggeluti dunia fashion. “Kaos Bonek itu tidak perlu selalu warna hijau, juga perlu didesain yang semenarik mungkin jika nantinya kaos tersebut bisa digunakan untuk kehidupan sehari-hari dan tidak hanya di pakai saat mendukung Persebaya”. Jujur, itu sebuah wacana menarik. Kaos Bonek juga bisa di desain semenarik dan sesimple mungkin sehingga juga bisa digunakan untuk kongkow-kongkow di mall atau di tempat-tempat lainnya. Oke, kembali ke permasalahan Green Nord’27. Salah satu alasannya seperti yang sudah di utarakan di atas. Tapi kami juga ingin menepis anggapan yang ditujukan kepada kami bahwa kami telah merubah ‘ciri khas’ dengan cara mensosialisasikan penggunaan jersey Persebaya di saat mendukung Persebaya.
Logo, bukan berarti sebuah logo tanpa makna. Logo bisa di katakan sebagai sebuah simbolisasi identitas. Ketika berbicara logo Bonek tentu “cangkem mangap” kenapa penulis tidak mengatakan “ndas mangap” ? mudah jawabannya, yang mangap itu mulut atau kepalanya? Disitulah letak jawabannya. Logo Bonek merupakan sebuah simbolisasi identitas yang menggambarkan tentang sebuah semangat untuk memberikan dukungan kepada Persebaya. Yang kemudian logo Bonek pun juga banyak berubah dan banyak dimodifikasi dari logo aslinya. Kenapa terjadi? Tentu saja itu juga ada hubungannya dengan sebuah identitas, minat serta fashion. Langsung saja ke pembahasan logo yang sering di pakai Green Nord’27. alasannya cukup simple, yaitu sama seperti apa yang menjadi landasan alasan memakai balaclava. Itu hanya sebagai sebuah simbol dan identitas saja yang menggambarkan cara memberikan dukungan kepada Persebaya sebagai bentuk kreatifitas, dan tentunya tidak meninggalkan apa yang sudah menjadi warisan tentang logo Bonek. Semoga disini sudah jelas alasannya.

Salam, Salam yang selama ini dan sudah menjadi paten bagi Bonek adalah Salam Satu Nyali dan kemudian di jawab dengan WANI !. ketika ada yang mengatakan Green Nord’27 merubah salam tersebut adalah salah besar dan itu hanya tuduhan ngawur. Salam tetap Assalamu Alaikum (Bagi umat Islam) dan Salam sejahtera (Bagi Non-Islam) itu ketika kita bertegur sapa. Untuk Salam Satu Nyali tetap di gunakan sebagai salam yang kedua setelah salam pembuka ketika sedang ada acara seperti kopdar atau acara-acara lainnya. Sekarang kalau boleh penulis bertanya, apakah setiap Bonek tahu sejak kapan penggunaan Salam Satu Nyali tersebut? Akan sangat disayangkan ketika kita dengan tegas mengatakan “Salam e Bonek kaet biyen iku Salam Satu Nyali” Tapi tidak tahu kapan salam itu mulai dipergunakan. Penulis berani bilang seperti ini karena tahu sejak kapan salam tersebut di gunakan meskipun tidak ikut secara langsung namun mendapat sumber dan referensi yang terpercaya. Kemudian menanggapi mengenai salam yang sering muncul dan yang sering dikatakan ‘merubah’ salamnya Bonek yaitu “Salam Manis Loyalis Persebaya”. Salam itu muncul ketika adanya konflik dualisme Persebaya. yang tentunya bertujuan menunjukkan bahwa Bonek itu “Loyal” terhadap Persebaya. Selain itu salam itu juga hanya sifatnya untuk ‘Guyon’ saja. Seperti halnya adanya “Salam Assololey, Salam Dua Kursi dan lain sebagainya. Sekali lagi kami tekankan salam kami tetap Assalamu Alaikum dan Salam Sejahtera, kemudian dilanjut dengan SALAM SATU NYALI !!

Dan terakhir adalah Pendanaan. Kenapa penulis di atas mengatakan paling ‘WOW’ ? karena ini adalah hal yang paling vital dan munculnya isu-isu yang terkait tentang pendanaan tersebut. Muncul anggapan bahwa setiap kali kreatifitas dan aksi yang dilakukan oleh Green Nord’27 berasal dari sebuah ‘Dana Gelap’. Dana gelap disini yang dimaksudkan adalah adanya back-up dari salah satu Partai Politik. Cukup aneh ketika anggapan tersebut ditujukan kepada Green Nord’27, Padahal di dalam Green Nord’27 sendiri sering didengungkan menolak Politisasi dalam sepakbola. Khususnya di Persebaya dan terlebih lagi di dalam dunia suporter yang biasanya hanya akan dimanfaatkan sebagai komoditas saja oleh para elit politik. Kalau boleh tebuka mengenai dana yang selama ini dipakai untuk kreatifitas dan aksi Green Nord’27, itu semua murni dr dulur2 yang ada di tribun kami. Setiap kali kopdar, akan selalu ada memutar kardus u/ pendanaan. Itupun dengan tarikan seikhlasnya tanpa ada paksaan. Tentunya Hasil pasti diumumkan. Selain itu dana yang di dapat juga berasal dari beberapa dulur-dulur Bonek yang ikhlas memberikan sedikit bantuan untuk kreatifitas dan aksi atraksi Green Nord’27. Ambil contoh dari beberapa elemen bonek dan non-elemen yang tergabung di tribun Green Nord’27, mereka dengan sukarela dan ikhlas memberikan sedikit bantuan untuk kreatifitas. Tentu juga banyak yang tahu khususnya dulur-dulur yang mengikuti perkembangan Green Nord’27, sering melakukan penggalangan dana untuk aksi. Berapa pun di terima. Termasuk saat adanya pelelangan jersey pemain, jualan nomer cantik, stiker, kaos dan masih banyak lainnya.
 Itu semua dana murni bukan dari 'parpol'. Selain itu juga berswadaya membentuk badan usaha dari penjualan T-shirt dan keuntungan 100% untuk biaya Kreatifitas. 100% murni dana yang didapat dari hasil penjualan T-shirt, Flare, Sticker, Jersey dll. Bukan dari dana gelap PARPOL. Dari kerja keras dan usaha para dulur2, Green Nord’27 pernah diundang ON AIR radio EBSFM Clear Eurovaganza di Jl.Raya Darmo. #CarFreeDay uang pembinaan 900rb untuk atraksi. Dan juga Uang pembinaan 500rb kami dapat dari hasil The Best Yel-Yel supporter Satu Nyali Cup Futsal. Dan setiap selesai atraksi pasti akan ada LPJ dari hasil dana yang di dapat tersebut. Transparan dan tidak ditutup-tutupi, karena masalah Uang adalah masalah yang sangat vital. Kami dengan tegas dan lantang mengatakan "AGAINST POLITICAL FOOTBALL". Silahkan diberikan bukti dan fakta mengenai adanya dana gelap dari parpol. Kami Ada Kami Bisa, Together We Can Because We Are Family. (KK)Flaming Soccer ball